Berikut dua buah potongan artikel yang berkaitan dengan morfologi kota:
Landmarks sebuah kota
May 17, 2009, Posted by 06512093 in : Uncategorized , trackback
May 17, 2009, Posted by 06512093 in : Uncategorized , trackback
Kota adalah ?
Hippodamus dalam ‘prinsip empat sudut dan jalan-jalan lebar’ dalam perencanaan kota Yunani menjelaskan bahwa kota adalah kelompok rumah-rumah di daerah permukiman serta gabungan dari berbagai bagian kota yang terpusat di sekitar pasar ke dalam suatu rangkaian yang harmonis. Sebuah atau sekelompok permukiman yang dikatakan menjadi elemen pembentuk kota dapat juga dipersepsikan sebagai ‘bukan’ kota dari segi morfologis tertentu, melainkan dilihat dari suatu fungsi khusus yaitu apakah permukiman tersebut merupakan suatu penyusun suatu wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian yang lebih besar. Fungsi utama sebuah kota seperti yang dituliskan oleh Kamal Saleh, 1979, dalam kertas kerjanya “Urban Development in Malaysia” menjelaskan kota adalah suatu kawasan yang memiliki enam fasilitas penting, yaitu fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dasar (seperti jalan dan transportasi), jaringan utilitas pokok (seperti air dan listrik), perumahan, perniagaan dan fasilitas umum (seperti ruang serbaguna dan tempat peribadatan). Faktanya keenam unsur tersebut sangat jelas ditunjukkan pada area Tugu, yang penuh dengan berbagai konsentrasi dalam banyak hal baik dalam lingkup permukiman ataupun aktivitas yang terjadi.
Tipomorfologi sebuah permukiman diseluruh dunia jelas sangat berbeda, seperti halnya Hippodamus dalam perencanaan kota Yunani tentu berbeda dengan perencanaan kota di Indonesia dan bahkan mungkin walaupun itu sebuah kota namun kesan ‘perkotaan’nya tidak cukup jelas untuk dijadikan sebagai penanda sebuah kota. Namun demikian, pada dasarnya kota memiliki berbagai kesamaan dalam berbagai hal seperti diungkapkan Kevin Lynch dalam bukunya “The Image of City” kota terbentuk dari lima gambaran fisik yaitu pathways, district, edges, landmarks, dan nodes.
Landmarks adalah elemen penting dari bentuk kota yang membantu mengarahkan dan mengenal suatu kawasan dalam kota. Landmarks kota juga berfungsi sebagai sebuah penanda tipomorfologis kota, sebagai halnya Tugu. Tugu yang dianggap sebagai sebuah landmarks kota Yogyakarta membentuk hirarki kota yang membentang dari utara hingga selatan berdasarkan titik sumbu Tugu. Kota dengan berbagai aktivitas konsentrasi didalamnya yang terpusat pada sebuah area, konsentrasi yang terjadi pada area tersebut juga mempengaruhi tipikal bentuk-bentuk akses, sense, dan efisiensi kota. Berbicara tentang sebuah efisiensi kota yaitu bagaimana kota yang terbentuk dapat digunakan secara baik dengan tingkat kepadatan yang sangat besar adalah memadukan antara streets types loop-cul de sac. Namun halnya yang terjadi pada area blok-blok permukiman pada Tugu adalah blok-blok yang tersusun dominan secara cul de sac. Blok-blok permukiman tersebut disatukan dalam satu jalur akses besar utama yang memusat ke Tugu dan dengan jalur akses penunjang antar blok. Sehingga ada sebuah kesan nodes yang ‘terbuat’ secara sendirinya akibat konsentrasi aktivitas yang tinggi pada Tugu. Akibat terbentuknya blok-blok masa permukiman tersebut komunikasi yang terjadi antara privat dan publik tidak dapat terjadi secara langsung. Kemudian akan memunculkan ‘ruang’ yang mengurung skala-skala kegiatan manusia didalamnya.
Sumber:
http://tiffany.students.uii.ac.id/2009/05/17/tipomorfologi-tugu-sebagai-sebuah-parameter-kota/
http://tiffany.students.uii.ac.id/2009/05/17/tipomorfologi-tugu-sebagai-sebuah-parameter-kota/
Kosmologi pada Kota-Kota Lama Dunia
Untuk ilustrasi pemahaman kosmologi yang secara tipologi dan morfologi mempengaruhi lingkungan binaan khususnya wajah suatu kota, akan diuraikan dengan meninjau beberapa fenomena yang telah berkembang sehubungan dengan konsep kosmologi, sebagai berikut :
Pertumbuhan Agora di Yunani pada periode klasik, berupa fasilitas yang diperuntukan untuk kepentingan penguasa. Agora merupakan benih awal terbentuknya pasar, berupa ruang terbuka umum yang menjadi pusat kegiatan warga kota untuk aktivitas niaga, politik , rekreasi, dan kegiatan lainnya akibat dari interaksi kegiatan masyarakat. Agora pada akhirnya berkembang pula menjadi suatu tempat dilangsungkannya kegiatan peribadatan. Bangunan-bangunan yang muncul belakangan secara struktur dua dimensi mengarah ke Agora. Kepercayaan yang berkembang di masyarakat, bahwa pusat kekuasaan adalah titisan Dewa penguasa. Secara kosmologis, struktur ruang kota mengadopsi sistem kepercayaan yang dianut yang semuanya mengarah ke Agora.
Gambar 05 – Agora, Yunani Kuno
Sumber :
REVIEW
Morfologi suatu kota adalah sesuatu yang dinamis. Suatu kota tidak akan berhenti berkembang. Perkembangan morfologi suatu kota terus berkelanjutan seiring dengan perubahan pola pikir masyarakatnya. Pada umumnya setiap manusia selalu menginginkan perubahan suatu hal menjadi lebih baik sehingga mendorong manusia itu berinisiatif melakukan perubahan. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa “City form is never complete” dimana suatu kota terus mengalami perkembangan. Perkembangan kota dapat dilihat dari perspektif sejarah karena sejak ribuan tahun fenomena kota sudah dikenal walaupun di berbagai negara kehidupan perkotaan mempunyai arti yang berbeda-beda.
Penelusuran terhadap sejarah perkembangan kota telah dilakukan dengan melakukan periodisasi dari yang paling sederhana dengan membuat dikotomi kota tradisional – kota modern, sampai dengan periodisasi yang rinci sesuai dengan perkembangan peradaban yang melatarbelakanginya. Perkembangan kota dapat diamati seiring dengan evolusi peradaban Mesir Kuno (Kota Babilonia); peradaban Yunani (Kota Athena); peradaban Romawi (Kota Militer); Abad Pertengahan (Renaisance); Revolusi Industri; dan Gerakan Reformasi (Abad 20).
Seperti yang telah diketahui bahwa perkembangan kota di setiap berbeda satu sama lain. Seperti misalnya di negara Indonesia dengan di Yunani. Morfologi Yunani yang terkenal dari Agora-nya tidak ditemukan di Indonesia. Yunani adalah bangsa pertama yang memperkenalkan tradisi agora. Perkembangan Agora di Yunani pada periode klasik, berupa fasilitas yang diperuntukan untuk kepentingan penguasa. Agora merupakan benih awal terbentuknya pasar, berupa ruang terbuka umum yang menjadi pusat kegiatan warga kota untuk aktivitas niaga, politik , rekreasi, dan kegiatan lainnya akibat dari interaksi kegiatan masyarakat. Agora pada akhirnya berkembang pula menjadi suatu tempat dilangsungkannya kegiatan peribadatan.
Jika Yunani terkenal karena Agora-nya, berbeda dengan di Indonesia. Morfologi di Indonesia terkenal dengan bangunan tugunya. Seperti yang terlihat di Kota Yogyakarta, terdapat bangunan tugu yang terbentang dari utara sampai selatan yang membentuk hirarki kota. Pada awal mulanya, tugu dibangun secara tidak langsung untuk membatasi aktivitas manusia di dalamnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, bangunan tugu lebih tepat digunakan sebagai landmark sebuah kota. Hal ini terlihat dari bentuk tugu yang memilki bentuk berbeda dari setiap kota. Di negara Indonesia pada saat ini hampir di setiap kota berdiri tugu yang menunjukan ciri khasnya masing-masing.
Namun dibalik perbedaan morfologi kota di setiap negara, pada dasarnya setiap kota memilki persamaan sebagaimana diungkapkan oleh Kevin Lynch dalam buku yang berjudul “The Image of City” bahwa kota tersusun dari lima gambaran fisik yaitu pathways, district, edges, landmarks, dan nodes. Selain itu, persamaan lainnya adalah di setiap negara suatu kota akan terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan jaman. Di samping morfologi kota secara fisik, juga terdapat perbedaan ciri morfologi kota secara non-fisik yang membedakan ciri khas dari setiap kota. Aspek non-fisik yang dimaksud meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, dsb.
0 komentar:
Posting Komentar